Bahasa Lampung Terancam Punah, Temu Wacana Dewan Kesenian 2025 Soroti Urgensi Pelestarian Bahasa Daerah

Bandar Lampung — Bahasa Lampung menjadi isu utama dalam Temu Wacana Dewan Kesenian se-Provinsi Lampung 2025 yang digelar di Hotel Hexton, Bandar Lampung, Kamis (31/7). Forum bertema “Sinergitas dan Penguatan Ekosistem Seni Budaya melalui Dewan Kesenian dalam Merespon Tantangan Global” itu memperlihatkan kekhawatiran yang mendalam terhadap masa depan bahasa daerah di Lampung.

Dalam pemaparannya, para pelaku seni, akademisi, hingga legislator menyoroti kondisi kritis bahasa Lampung yang kini berada di ambang kepunahan. Data Badan Bahasa Kemdikbudristek (2022) menyebutkan bahwa bahasa Lampung termasuk dalam 139 bahasa daerah di Indonesia yang berstatus terancam punah. Bahkan sejumlah riset memprediksi bahasa Lampung dapat hilang dalam waktu sekitar 36 tahun jika tidak ada upaya pelestarian yang sistematis.

Usulan Pelestarian Bahasa Lampung Lewat Seribu Lagu Anak

Salah satu gagasan paling konkret disampaikan oleh Tian Hestiarto, fasilitator promosi bidang kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Pringsewu sekaligus musisi Lampung. Tian menekankan pentingnya pengenalan bahasa daerah sejak usia dini dengan memanfaatkan media yang dekat dengan anak—yakni lagu.

“Di Pringsewu ada sekitar 240 PAUD dan TK. Jika masing-masing membuat empat lagu anak yang memuat kosakata bahasa Lampung, kita bisa menghasilkan sekitar seribu lagu anak berbasis bahasa daerah,” jelas Tian.

Menurutnya, tidak seluruh lirik harus berbahasa Lampung. Minimal 30 persen kosakata sudah cukup untuk memperkenalkan bahasa daerah tanpa membuat lagu terasa asing bagi anak-anak. Ia menambahkan bahwa program ini tidak membutuhkan biaya besar, melainkan pendampingan tenaga kreatif untuk proses penciptaan lagu dan penyusunan buku kumpulan lagunya.

“Saya sudah simulasikan. Jika ini berjalan, Pringsewu bisa menjadi satu-satunya kabupaten yang memiliki seribu lagu anak berbahasa daerah dalam bentuk buku. Harapannya, program ini dapat diadopsi Dewan Kesenian Provinsi dan didorong menjadi regulasi oleh Gubernur,” katanya.

Tian meyakini, jika Gubernur mengeluarkan surat edaran khusus kepada para Bunda PAUD se-Lampung, gerakan ini bisa segera berjalan secara serentak.

Dukungan DPRD: Studio Musik Dibuka Gratis untuk Rekaman Lagu Anak

Menanggapi gagasan tersebut, anggota Komisi V DPRD Provinsi Lampung, Deni Ribowo, menyambut usulan Tian dengan dukungan penuh. Ia menilai program ini dapat menjadi solusi atas minimnya produksi lagu anak yang edukatif dan relevan di Indonesia.

“Kalau satu PAUD saja punya sepuluh lagu, kita akan memiliki ribuan lagu anak. Ini aset budaya yang luar biasa untuk Lampung,” kata Deni.

Deni bahkan membuka akses studio musik pribadinya untuk digunakan gratis sebagai tempat rekaman lagu anak berbahasa Lampung. “Silakan pakai studio saya. Ini kontribusi nyata saya mendukung gerakan pelestarian bahasa daerah,” ujarnya.

Selain itu, ia menegaskan komitmennya untuk mendorong Pemerintah Provinsi Lampung agar memasukkan program ini ke dalam regulasi resmi demi keberlanjutan.

Seruan Pembentukan Dinas Kebudayaan Provinsi

Di luar isu bahasa, Deni juga menilai bahwa Lampung membutuhkan lembaga khusus yang mengurus sektor seni dan kebudayaan. Menurutnya, keberadaan Dinas Kebudayaan Provinsi Lampung sangat penting mengingat besarnya jumlah seniman lokal dan keterbatasan ruang belajar yang tersedia saat ini.

“Kementerian Kebudayaan di pusat sudah ada. Lampung juga seharusnya punya dinas khusus kebudayaan. Potensi seniman kita besar, tapi ruang pembinaan masih sangat minim,” tegasnya.